Menuju Islam Humanis

Selamat datang di blog ini...Sebuah blog pribadi yang berisi tulisan, pemikiran, dan refleksi seputar membangun peradaban Islam dan peradaban dunia yang humanis.

Tuesday, August 14, 2007

Membumikan Risalah Perdamaian Islam

Oleh Happy Susanto

Dimuat dalam Harian Suara Pembaruan, 27 Februari 2004.

Pada tanggal 23-26 Februari 2004 ini, diadakan International Conference for Islamic Scholars yang bertajuk "Upholding Islam as Rahmatan Lil 'alamin". Acara ini diadakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan Kementerian Luar Negeri (Menlu) RI. Hasil yang ingin dicapai dari cara ini adalah (1) pernyataan-pernyataan yang merefleksikan pandangan komprehensif bagaimana umat ini merespons berbagai tantangan di masa depan, (2) rencana kerja untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan Islam sebagai rahmatan lil a'lamin. Konferensi ini juga ingin mendialogkan Islam dengan agama lain, komunitas lain, dan terutamanya dengan Barat. Lebih jauh lagi, konferensi ini juga ingin mengembangkan peran civil society dalam pandangan Islam.

Acara ini patut diapresiasi, terlepas apakah ada motif politik atau tidak di balik perhelatan ini. Yang jelas, kita sangat membutuhkan wajah Islam yang damai, toleran, dan penuh mengajarkan kemanusiaan. Prof Dr Mohammad Sayed Tantawi pada pidato pembukaan konferensi itu menegaskan bahwa bimbingan dan ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW menjadi obat dan rahmat bagi sekalian alam. Islam adalah agama kemanusiaan yang bukan hanya khusus bagi umat Islam karena agama ini memang dibawa oleh semua nabi. Menarik sekali pernyataan yang dikemukakan Tantawi, Sheikh Al-Azhar yang sangat dikenal moderat ini.

Hassan Hanafi (2001:131-137), intelektual progresif asal Mesir juga menegaskan bahwa Islam adalah agama perdamaian yang universal. Menurutnya, secara literal semua nabi terdahulu adalah muslim karena mereka menundukkan kehendaknya di bawah kehendak suci Tuhan. Wahyu yang mereka terima sebenarnya bertalian dalam satu mata rantai yang kemudian dipadukan dan disempurnakan dalam Islam. Jadi, Islam adalah agama yang dibawa setiap nabi untuk semua individu, semua bangsa, dan seluruh umat manusia. Di sinilah kode etik universal perlu diangkat sebagai jaminan atas cita-cita perdamaian dalam Islam, yaitu kesamaan esensi misi mereka dalam upaya menciptakan kemanusiaan dan keadilan di muka bumi.

Kekerasan

Sekarang ini umat Islam selalu dipojokkan dan seakan menjadi "pihak terdakwa" dari berbagai kasus tindak kekerasan, seperti kasus 11 September dan bom Bali. Tentu, pencitraan negatif ini membuat umat Islam tidak tenang dan merasa perlu untuk mengklarifikasi akan hal itu. Secara objektif, tidak bisa kemudian umat Islam secara keseluruhan dianggap sebagai penganut agama yang dikata menyesatkan. Seperti yang kita yakini, Islam adalah agama keselamatan (salamah). Hanya saja, perilaku oknum tertentu yang memakai jubah agama menyebabkan distorsi pemahaman mengenai Islam.

Kekerasan atas nama agama memiliki muatan yang sangat kompleks. Paling tidak, ada dua sisi yang menyebabkan Islam kemudian dipandang sebagai agama yang "bermasalah" gara-gara kekerasan atas nama agama itu. Pertama, bisa dilihat secara internal. Boleh jadi, kekerasan itu memang benar-benar dilakukan oleh sebuah organisasi atau beberapa oknum yang mengaku sebagai penganut sebuah agama. Mereka melakukan itu disebabkan oleh sempitnya pemahamannya atas agama, dibarengi oleh sikap emosi yang tak tertahankan. Pemaknaan tekstual atas konsep jihad dan kafir menjadi penyebab aksi kekerasan yang mereka lakukan.

Kedua, secara eksternal. Pencitraan Islam yang dilakukan media asing menimbulkan bias tersendiri. Dalam pandangan dunia internasional, Islam seakan-akan dianggap sebagai "agama teroris". Di tengah suasana menegangkan, terkadang media bisa menjadi pemicu yang menambah rumit keadaan. Seharusnya, media perlu bersikap objektif dan membeberkan berita mengenai Islam secara faktual dan bisa dipertanggungjawabkan. Media asing (Barat) memiliki banyak kelemahan dalam mencitrakan Islam di saat menghubungkannya dengan peristiwa pengeboman dan aksi kekerasan.

Pertemuan yang diadakan PBNU dan Deplu itu memiliki relevansi yang sangat signifikan untuk memberikan citra baru (yang sesungguhnya) atas Islam, yaitu Islam sebagai rahmatan lil 'Alamin (rahmat bagi seluruh sekalian alam). Selain itu, perlu juga perbincangan mengenai bagaimana Islam itu menyikapi tantangan dan perubahan yang ada. Islam adalah agama yang dihadirkan ke muka bumi untuk memberikan rahmat dan perdamaian bagi setiap manusia, tanpa membedakan suku, ras, dan agamanya. Substansi yang ingin diperjuangkan Islam adalah bagaimana kemanusiaan dan keadilan itu benar-benar telah ditegakkan di bumi ini.

Moderatisme

Upaya strategis untuk membumikan risalah perdamaian dalam Islam adalah dengan membangun sikap moderatisme dalam beragama. Sikap ini perlu disertai dengan upaya pengembangan peran profetis agama yang banyak mengajarkan kemanusiaan. Pesan tersebut bisa kita rujuk pada al-Qur'an yang menyatakan bahwa "Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah" (Ali Imron, 3 : 110). Ada tiga makna yang terkandung dlaam ayat ini, yaitu "ma- syarakat utama" (khairu ummah), "kesadaran sejarah" (ukhrijat linnas), "liberasi" (amr ma'ruf), "emansipasi" (nahy munkar), dan "transendensi" (al-iman billah).

Konsep "amar ma'ruf" (menyuruh pada kebaikan) dan "nahy munkar" (mencegah kemungkaran) banyak ditafsirkan sebagai bentuk dakwah yang dilakukan secara formal dan terkadang sering menggunakan cara kekerasan. Padahal, ada makna lain di balik itu, yaitu memberikan pemahaman yang baik pada umat mengenai ajaran-ajaran kebaikan agama dengan memberikan ruang kebebasan pada manusia itu sendiri. Substansinya bahwa Islam mengajarkan mengenai pesan-pesan ibadah, muamalah, dan syariah, yang kesemuanya itu diorientasikan untuk meraih makna hidup yang berlandaskan pada kemanusiaan. Dakwah yang banyak dilakukan selama ini hanya berorientasi pada pencapaian makna agama secara normatif. Seharusnya umat perlu juga diajak berpikir kritis terhadap berbagai fenomena yang ada dalam penampakan realitas keseharian mereka.

Pola pemikiran Islam yang profetis itu diaplikasikan dalam sebuah sikap moderatisme dalam beragama. Sikap ini sangat ditekankan dalam Islam. Sikap moderatisme umat Islam (ummatan wasthan) akan melahirkan kedewasaan dalam beragama sehingga akan sangat objektif dalam menyikapi segala persoalan yang ada dalam realitas sosial. Fenomena radikalisme agama disebabkan karena emosi beberapa pihak umat Islam yang tidak bisa ditahan. Belum lagi, hal itu diperkuat oleh pemahaman keagamaan yang sangat sempit. Misalkan, konsep mengenai jihad. Bagi mereka, jihad melawan kemungkaran dan "musuh-musuh" Allah adalah kemestian agama dan menjadi ukuran keberislaman seseorang. Maka, kekerasanlah yang sangat mungkin mereka lakukan. Tentu, ini sangat berbahaya.

Moderatisme beragama akan mengerem sejauh mana umat Islam ini harus pintar dalam menyikapi berbagai persoalan yang ada. Sikap moderat juga akan menghilangkan kecurigaan dalam memandang umat di luar Islam. Umat beragama yang lain adalah saudara sendiri dan mereka perlu diperlakukan secara damai dan toleran. Polarisasi antara Islam dan "yang lain" (the others), begitu pula perbedaan antar madzhab pemikiran dalam Islam juga perlu dicairkan. Pandangan inklusif dan pluralis harus terus dikembangkan dan disosialisasikan pada masyarakat Islam secara keseluruhan.

Islam adalah agama yang damai dan penuh mengajarkan kemanusiaan. Perdamaian adalah jiwa Islam yang telah mengakar sejak agama ini diturunkan ke muka bumi. Islam bukanlah ajaran mengenai kekerasan. Umat Islam perlu meluruskan makna Islam ini dengan memberikan pemahaman baru terhadapnya. Disertai sikap moderatisme dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam dalam konteks masa sekarang ini. Wallahu A'lam.

Sumber: http://www.suarapembaruan.com/News/2004/02/27/index.html

No comments: